Proliman lahir ditengah-tengah gempuran jaman yang serba digital, serba penuh tantangan, maka melalui slogan membuka wawasan dengan berbagai sudut pandang dapat mengajak masyarakat menilai, berfikir kritis serta membuka wawasan seluas-luasnya dengan berbagai sudut pandang.

Kamis, 07 November 2013

Sate Kere (Kuliner Antik) Naik Kelas

11/07/2013 08:21:00 PM

Sate kere merupakan sajian khas tradisional asli kota Solo sejak jaman penjajahan Belanda. Sesuai namanya, sate kere dahulunya merupakan sajian kuliner bagi masyarakat yang tidak  mampu membeli sate daging namun ingin merasakan nikmatnya makan sate. Maka untuk mengakalinya, nenek moyang kita dahulu menggunakan lemak sapi sebagai bumbu oles pada tempe gembus untuk bahan baku sate yang bisa ditusuk dan dibakar menjadi sebuah sate yang tak kalah nikmatnya dibanding dengan sate daging kambing maupun sate daging sapi.
Bahan baku sate kere pun hanya ampas tahu atau biasa disebut dengan tempe gembus. Selain tempe gembus biasanya ada pula tempe kedelai dan jerohan sapi. Dengan bahan baku yang cukup murah maka dahulu kuliner ini sangat cocok dengan kantong “kere”.
Sampai saat ini sebenarnya tampilan, cara masak maupun cara penyajiannya nya tidak mengalami peberbedaan karena sampe saat ini sate kere masih tetap dijual di sudut-sudut kota dipinggiran jalan tanpa atap yang memadai, hanya gerobak usang dengan bertuliskan “sate kere” dan bahkan masih ada yang menjajakan sate kere ini berkeliling dengan di “sunggi”. Justru yang membuat “sate kere” ini menjadi kuliner antik yang naik kelas yakni dari segi harga.  Saat ini satu tusuknya bisa mencapai harga 1.500 – 2.000 rupiah, itupun hanya gembus yang di olesi dengan lemak sapi, belum lagi yang jerohan sapi bisa lebih dari 2.000 per tusuknya dan 1 tusuk hanya berisi 3 irisan. Bukankah ini hampir setara dengan harga 1 porsi sate kambing atau sate sapi ? bahkan lebih mahal dari harga 1 porsi sate ayam.
Selain itu tak jarang mereka yang bermobil berkelas tak segan-segan mampir untuk mencicipi kuliner yang dulunya merupakan  kuliner “kere” ini. Maka dengan begitu sate kere saat ini telah menjadi kuliner “antik” yang “naik kelas” dengan tampilan tradisional namun dengan harga ekslusif.
Namun jangan kuatir bagi anda pecinta sate kere yang masih berlebel “kere” seperti saya ini, karena tidak semua penjual “sate kere” menjual dagangannya dengan harga mahal. Di sekitaran pasar legi, Solo, masih ada satu penjual sate kere dengan harga yang masih kere, 1 tusuk sate gembus masih dihargai 500 rupiah dan untuk 1 tusuk jerohan sapi masih sekitar 1.500 rupiah per tusuknya. Biasanya diwaktu siang seperti saat ini, gerobak warna biru langit dengan kepulan asap beraroma wangi khas olesan lemak sapi masih tampak parkir rapi disalah satu sudut pasar legi, solo. Bagi anda pemburu kuliner antik ini silahkan berburu ya.
[PRO/ NAR]


Pasang Iklan Anda Disini

 

About Us | Kontak | Redaksi